International Literary Biennale Salihara 2011 part 2

Pembukaan Bienal Sastra Salihara 2011, 8 Oktober 2011

Oke,jadi setelah menghadiri pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara tanggal 8 Oktober 2011, kali ini gw mengikuti pentas dan bincang sastra, atau lebih tepatnya pembacaan sastra tanggal 14 Oktober. Berbeda dengan sewaktu datang 8 Oktober, kali ini gw benar-benar exhausted dan ga banyak juga yang bisa gw ceritakan.

Jadi, Jumat itu, gw ada rapat di kampus ampe jam 5 sore kurang, karena gw lapar,maka gw makan sampe jam setengah 6 kemudian gw berangkat ke halte busway penjaringan. Guess what? Banyak orang numpuk disitu dan gw menunggu busway datang sampai jam 7 kurang. How did it feel? It sucked. Kemudian, gw berdiri selama perjalanan tergencet, busway kena macet dari Latumenten ke Grogol, dan gw salah turun halte. Ah, shit! Dari depan bioskop Holywood Planet (bener ga nih nama?) XXI, gw ngambil taksi sampe di Salihara, habis 25rban…uuuh…Sampai di Salihara sekitar jam setengah 9 malam dengan kondisi capek, keringat, bau dan berantakan.

14102011563Saat gw masuk, as predicted, udah mulai acaranya. Hari itu judul acaranya adalah “Ironi, Humor dan Sufi, dengan host mbak Ayu Utami, pengarang Larung, Saman dan Bilangan Fu” Gw berusaha masuk dengan tidak menimbulkan geladak-geluduk. Gw seharusnya sudah duduk tenang dan tertawa dengan kodok-kodok Serapium, tapi busway, macet dan gelapnya teater mendamparkan gw di baris ketiga dari belakang. Saat gw masuk, penyair bernama Danarto sedang membacakan karyanya, yang kalau gw denger-denger dan gw ingat seperti Pak Danarto ini punya sesuatu hobi yang berhubungan dengan komputer. Ada sih bagian yang dia bacakan yang lucu, tapi gw terlalu capek untuk memperhatikan detail sementara gw juga celinguk-celingak sekali-kali ngeliat dimana kodok-kodok serapiumku tersayang duduk #duaar.

14102011564Selese Pak Danarto, akhirnya muncul juga sastrawan favorit gw sejak penampakannya tanggal 8 Oktober 2011. Mari kita tepuk tangan meriah untuk Pak F. Rahardi *plok-plok-plok*. Kali ini beliau dengan nada datar, kalem, tenang serta seakan-akan puisi itu adalah koran pagi yang biasa dibacanya sambil minum kopi dan menghangatkan mobil *imajinasi gw berlebayan banget*, membacakan beberapa puisi yaitu Dalang, Linggis, Tata cara Menggunakan Linggis dan Jimat. Okeh, soal Dalang ini, setidaknya gw dapat sesuatu “pesan moral” yaitu orang-orang, khususnya Indonesia, tampaknya suka sekali mencari kesalahan orang lain dan menyalahkan orang lain. Masa banjir besar saja diduga ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu, hehe. Kemudian soal jimat ini gw rasa menggambarkan betapa tinggi dan intelek serta jabatan seseorang, dan lagi-lagi khususnya orang Indonesia, mereka masih percaya takhayul, tak lengkap bila tak ada jimat. Well, not all Indonesians of course. But we gotta see many in daily news, right? Tentunya dengan pembawaan datar dan kalem, seperti tanggal 8, F. Rahardi sekali lagi sukses membawa gw dan para penonton tertawa terbahak-bahak, tapi sayang ga seheboh tanggal 8, karena gw capek.

Penampilan ketiga adalah penampilan Joko Pinurbo. Bisa dibilang ia paling muda dibanding14102011565 sastrawan lain yang hadir hari itu. Pembawaannya tenang seperti F. Rahardi, puisinya pun sederhana dan ia membacakan beberapa puisi yang berkatian dengan Ibu-Bapak, membuat gw berpikir seperti dia galau jadi anak *sama kek gw dong*. Puisinya sih pendek, tidak terlalu panjang, dan tidak terlalu lucu seperti puisi F. Rahardi, tapi tiap orang kan punya kekhasan sendiri termasuk dalam menciptakan karya sastra dan membacakannya. Gw rasa pembawaan tenang dari seorang Joko Pinurbo yang polos memberi warna tersendiri dalam acara Bienal Sastra ini.

14102011566Penampilan dilanjutkan dengan D. Zawawi Imron, seorang laki-laki tua bersarung, berpeci dan bertongkat yang membuat gw berpikiran dia ini Pak Haji atau seorang kiai yang amat puitis. Dia menderita sakit di lutu yang mengharuskannya menggunakan tongkat, walau saat membacakan puisinya ia sempat melepas tongkatnya sebelum terduduk lagi. Gw curiga kena osteoarthritis sih, tapi bukan kompetensi gw untuk ngomong sementara acara sastra, dan bukan acara kedokteran yang sedang berlangsung. D. Zawawi Imron memulai satu puisi, yang kemudian diganti dengan lain. Salah satunya judulnya adalah Hutang. Dan ada satu puisi terakhir yang gw suka soal analogi koruptor sebagai orang yang memakan saudaranya sendiri. Gw ga bisa cerita banyak karena gw juga ga inget detailnya. Tapi, berbeda dengan pembaca puisi sebelumnya, D Zawawi Imron mempunyai ciri khas yang cukup emosional saat membawakan puisinya. ia bergerak, mengekplorasi sekelilingnya sekaligus menjeritkan karya ciptaannya. Dengan berakhirnya penampilan D Zawawi Imron, maka berakhirlah Bienal Sastra hari itu.

Sebelum kami pulang, akhirnya gw menemukan gerombolan kodok Serapiumku….aaa, how I miss them for the entire event that day! Ada Aditya Hadi, Dani Noviandi, mbak Zuko (sori, gw lupa nama lo), om choice (saya juga lupa nama anda, mas), Ryo (nama asli bukan nih), bidhutiadatara (gw juga lupa nama lw) dan yantyagustina (eh, ini kan gw). Sebelum pulang akhirnya kita berhasil foto-foto bareng (ga kayak tanggal 8, si adit mau narsis sendiri malah ngajak-ngajak…hehe,pisss dit 😀 ). Bahkan kita juga foto bareng lhoo sama D. Zawawi Imron, sayangnya Joko Pinurbo dan F. Rahardi dah keburu pulang jadi ga sempet foto bareng deh :(.

14102011567

Eniwei, gw lupa nih perjalanan pulangnya, gw dibonceng sama Ryo ke halte busway Pejaten dan beliau nawarin gw bonceng ampe Tanjung Duren. Gw ga mau ah, takut Dani nangis kalo pulang sendiri, hehehe. AKhir kata, gw pulang bareng Dani Noviandi naik busway dan turun di halte Penjaringan. AH, seriously, selama perjalanan gw membicarakan hal yang ga penting, termasuk saat pindah koridor dari jurusan Latuharhari-Ragunan ke koridor Pinang Ranti-Pluit, di halte Kuningan Timur klo ga salah, gw ngeliat ada kolam ikan dan gw nanya sama Dani napa ada kolam ikan yak. Hehehe, what not so important talks! See you at October 15th 😀

One thought on “International Literary Biennale Salihara 2011 part 2

Leave a comment