Sacrifice (Berserk 2017 OP) – 9mm Parabellum Bullet

Berserk-is-the-best-manga-ever. Period. I’ve been a loyal reader of Case Closed/Detective Conan, Inuyasha and the original Yu-Gi-Oh! Duel Monster. With the addition of several others like Hell Teacher Nube, Death Note, Sailor Moon (pardon, watch the anime only but I consider to read the manga after I watch Sailor Moon Crystal), Detective School Q, Kindaichi Shonen no Jikenbo (read it a few chapters). Why not fans? I am not particularly crazy on discussing the issue weekly. But none of these manga have superiority over Berserk. Yep, Berserk by Kentaro Miura is still ongoing from 1989. No, wait. I haven’t read the manga, why call myself a reader?

I first found Berserk when looking out anime with the same plot and suspense as Death Note and I ended up watching “Top 10 WTF anime ending” by Anime America on youtube. Well yeah, I know Death Note ending is pretty “whaaaat!!??” and leaving the audience with semi-finish feelings. But, everything changed when the fire nation attacked Griffith’s Behelit literally screaming on your screen. Better not put it here, it’s too scary *for me*.

Continue reading “Sacrifice (Berserk 2017 OP) – 9mm Parabellum Bullet”

Mataku Indonesia 13 : Fobia

Jika kalian mengira tulisan ini akan membenarkan masing-masing pendapat kalian atau menginspirasi kalian, saya harap anda berhenti karena tulisan saya tidak memiliki kekuatan itu. Saya sebenarnya tidak niat untuk membuat suatu post yang ngomentarin kondisi perpolitikan dan pemerintahan dan segala keIndonesiaan. Bukan karena gw ga cinta ama negara ini, lebih tepatnya gw apatis dan pesimis akan negeri ini. Mau maju atau mundur, belum tentu keliatan secara langsung di depan mata gw. Tapi buat mereka yang mencintai negeri ini dengan sepenuh hati dan merasakan betapa negeri ini sudah melamai kemajuan yang berdampak ke hidup kalian, gw turut berbahagia. Selama ini gw sebagai warga negara cuma ngikut kebijakan pemerintah (bikin NPWP, ditugasin ke daerah, lapor pajak, memberikan pelayanan ke masyarakat daerah semaksimal mungkin yang bisa dikerjakan) ya dengan mental asal ngikut aja. Itu sebabnya di blog gw serial post dibawah kategori “Mataku Indonesia” itu paling sedikit dibanding post-post ga penting lainnya. Tapi tetap kategori ini memberikan gw tempat untuk mengatakan sesuatu.

Part 1 : Sinofobia

Di suatu hari tanpa sengaja~~ *Anji mode on lagi*  gw lihat feed facebook. Ada temen kaskus gw (yep, udah kenal di kaskus kemudian saling add di facebook, kalo sempet pun celetuk-celetukan) yang menyetujui suatu status share-an. Dan gw tertegun dengan isinya yang sangat anti Ahok *ya okelah kalo u ga suka Ahok, pilihan gubernur lu siapa EGP* dan anti Cina. Sinofobia. Buat yang nanya bukti, gw ga punya karena gw baca sambil lalu, tapi buat yang mau tau contoh yang gw bilang statement Sinofobia silahkan cari kultwitnya @antikurawa dan nikmati.

Gw ga masalah kalo ada orang yang ga setuju dengan Ahok dan kebijakannya, ga setuju Jokowi dan kebijakannya, ga suka orang-orang Cina/Tionghoa. Please deh, itu berita basi dari pas gw masih SD sebelum Mei 1998 juga udah ada sentimen kayak gitu. Silahkan browsing di Internet diskriminasi ke keturunan Cina juga udah dimulai dari zaman penjajahan Belanda dan berlanjut ampe sekarang. Ya makasih, isunya menurut gw udah ketinggalan zaman tapi selalu ada orang-orang yang bisa masak makanan basi jadi terlihat sedap di mata. Makasih lho, makasih udah paranoid maksud gw.

Continue reading “Mataku Indonesia 13 : Fobia”

Mataku Indonesia 12 : Beda Fokus

Sebenernya sebelum post ini, gw ada menulis satu post lagi, masih dalam kategori Mataku Indonesia. Tapi yah, karena yang ini topiknya masih hangat diperbincangkan, yasudah topik ini didulukan.  Daan, jangan harap anda akan terinspirasi setelah membaca tulisan ini karena tulisan ini tidak bermaksud untuk menginspirasi…siapapun!

1. Bom Kampung Melayu

WUE, bro! Setelah sekian lama aman dan damai (ya paling masih digoyang sana-sini setelah pilpres dan pilkada), akhirnya teror bom kembali melanda Jakarta. Terakhir sih seinget gw teror bom di Sarinah 14 Januari 2016 *gw super inget ini tanggal karena sehari sebelumnya gw disumpahin –if you know what I mean-*. Terlepas dari kecaman dan suara-suara untuk melawan rasa takut yang ditimbulkan oleh bom, terlepas dari ucapan duka cita untuk korban serta suara yang agak sumbang mengenai pengalihan isu dkk, gw masih ga ngerti.

Betapa gampangnya orang membuang jiwa mereka, sisa hidup mereka akibat salah didikan *oh ya,jelas bukan salah ibu mengandung dong,apalagi bukan salah bapak bikin campurannya lah*, salah pergaulan dan kesalahan lain. Dalam hati gw cuma mikir, orang yang mati ini udah pernah pergi keliling dunia belom yah? Klo kejauhan keliling Indonesia aja deh, coba main ke Kalbar, lihat-lihat sungai Kapuas, wisata kuliner di Pontianak makan duren dan nanas Mempawah, main-main di pantai-pantai di Singkawang, pergi ke riam-riam dan Bukit Jamur di Bengkayang, belum lagi ke Lemukutan, sukur-sukur kalau pergi ke hari raya Natal/Lebaran, diseret ke open house warga, kalau lagi gawai dan tahun baru padi juga ikutan diseret makan-makan. Kalo ga mau ke Kalbar, coba main ke Malang, ke Jatim Park dan BNS trus main ke Bromo, selfie-selfie. Atau ke Jogja main ke candi-candi atau ke Merapi. Nah disitu lihat noh! Betapa nyawa manusia tuh kecil banget begitu berhadapan dengan bencana. Begitu alam memutuskan untuk senewen, blar…desa-desa di kaki Merapi tertutup debu yang entah makan berapa banyak korban jiwa blom lagi health hazardnya seprovinsi. Kalo ga mau pergi jauh, yaudah naik perahu di Istana Bonekanya Dufan deh. Paham maksud saya? Di saat orang lain kecepetan dipanggil ke langit tingkat 9 padahal mereka masih punya banyak keinginan dan urusan yang belum diselesaikan di dunia ini, nah pemuda-pemuda salah didikan ini malah mau cepet-cepet meninggalkan badan aja. Bener-bener ga tau diuntung!

Oke, tapi sebenernya bukan itu yang mau gw bahas disini. Manusia mati itu masih tetap manusia yang punya harga diri, identitas dan keluarga yang menyayangi mereka, Mayat-mayat dalam kondisi utuh atau tidak serta bersimbah darah TIDAK SEPATUTNYA DIFOTO DAN DISEBARLUASKAN apalagi di medsos! Ya gw tau sih kejadian ini pernah gw alamin waktu teror bom 2016 ama yang 2017. Ntah itu yang difoto korban atau pelaku, gw harap ya saudara-saudariku sekalian, yang kalian foto adalah manusia lho walaupun sudah mati dengan keadaan mengenaskan gitu. Kalau dan hanya kalau kalian masih punya empati/simpati, tolong sebaiknya sadar dan tidak menyebarkan hal tersebut. Ingat TV One pernah ditegur sama KPI karena menayangkan gambar mayat perempuan korban Air Asia QZ8501 (klo gasalah nomer penerbangannya) karena ditayangkan tanpa disensor, ga pake blur-bluran!! Dan tau sendiri kan reaksi keluarga korban. Yang difoto atau digambar adalah manusia yang pernah hidup, punya nama, identitas, keluarga, punya kejahatan dan kebajikan. Apa etis kita yang bukan siapa-siapa yang berhubungan dengan korban seenaknya menyebarkan foto dia sebebas mungkin ke orang-orang yang mungkin kita aja ga kenal? Bayangkan kalau itu adalah foto kalian atau keluarga kalian! Ga etis!

Dan jangan lupakan efek dari penyebaran foto-foto tersebut. Foto-foto yang disebarkan di medsos bisa dilihat oleh siapa aja, pikirin itu orang-orang yang sensitif, yang ga tahan dengan gambar begituan, belum lagi anak-anak. Anak-anak ga akan ngerti dan akan ketakutan ngeliat foto begituan. Yakin kalian cuma mau ngasih info efek dari kejadian bom tersebut? Suatu hari nanti, foto-foto yang sama juga akan dipake orang lain untuk menyebarkan ketakutan, ga cuma sekarang, dengan alasan yang kita ga tau buat apa. Karena jaman sekarang, orang gampang puter balik fakta tanpa ngecrosscheck kebenaran. Itu foto orang mati, yang nyebarin juga ga ada hubungan apa-apa dan dipake pula buat kepentingan yang ga tau apa. Please, if you have empathy, give some dignity to the dead *forgive my bad English* and be wise. Ada temen gw yang bilang selama disebarin di inner circle untuk menginformasi itu masih oke-oke aja. I’m sorry I must disagree with you. Gw bukan siapa-siapa dan gw ga berhak untuk nyebarin itu foto, walau dalam inner circle.

2. LGBT

Kalo ga salah sudah 1 tahun dari pernyataan PDSKJI yang menyatakan bahwa transgender dan biseksual merupakan kelainan kejiwaan, walaupun American Psychiatric Association terang-terangan mengecam pernyataan tsb. Di Feed Facebook gw banyak yang sependapat dengan PDSKJI, ada juga yang sependapat dengan APA. Biasanya yang sependapat dengan PDSKJI itu adalah mereka yang dasarnya agama, entah Muslim, Kristen, whatever. Ya oke, itu kebebasan orang berpendapat lah. Gw? Gw sendiri cenderung ikut ke APA. Kenapa? Kekhawatiran gw ga ada hubungannya dengan agama blabla. Ya gw tau LGBT itu harus gw akui orientasi seks mereka ga wajar menurut gw, tapi ga berarti menurut gw mereka sakit atau ga waras. Please ya gw ga mau didebat hal beginian karena ini kebebasan gw berpendapat dan gw juga ga maksa pendapat gw ke orang-orang yang ga setuju dengan gw. Mau pake alasan agama? Well, dalam Buddhis, LGBT dan mereka dengan perilaku/orientasi seksual yang ga wajar ini adalah akibat dari karma masa lalu dan sudah sepantasnya dikasihani karena nafsu seksualnya pasti akan sulit dikendalikan dan akan sulit mencapai kedamaian batin. Maka kalo gw sih malah kasian dengan LGBT ini. Selain nafsu seksual yang ga wajar dan sulit dikendalikan, mereka pasti memiliki masalah psikologis lain yang mungkin menyebabkan gangguan kejiwaan penyerta, belum lagi stigma sosial dari masyarakat.

Gw pernah ngomong ke salah satu temen gw yang juga ga setuju dengan sikap PDSKJI ini. Tapi secara spesifik gw utarakan, “coba loe bayangin apa dampak dari pernyataan ini deh! Stigma masyarakat ke LGBT udah tau sendiri lah beratnya kayak apa. Sekarang dengan pernyataan dari perkumpulan dokter kejiwaan yang memvonis LGBT kayak gini, bisa lo bayangin ga seberapa besar diskriminasi dan stigma yang akan menimpa para LGBT ini? Yakin mereka sebagai tenaga medis ga akan mendiskriminasi para LGBT dalam pemberian layanan medis? Takutnya nanti malah masalah pada LGBT semuanya dianggep cuma sebagai masalah kejiwaan lagi, sedangkan masalah lainnya ga teratasi. Semua karena tenaga medis sudah memberikan stigma berdasarkan dari statementnya si lembaga ini.”

Ga perlu nunggu lama, gw yakin semua orang sudah baca kan uneg-uneg salah satu tenaga medis yang menangani pasien-pasien HIV/AIDS dan mayoritas LGBT. Ya kalau beliau tidak mendiskriminasi dalam hal memberikan pelayanan, saya percaya 100% karena kita semua sudah di sumpah Hippocrates. Cuma concern gw begini sih : apa sikap itu orang jg sama menghadapi pasien HIV lain yang non LGBT? Inget ya, penularan HVI ga cuma LSL atau sejenisnya, bisa dari IDU, MTCT, penularan di heteroseksual. Lantas kalau ketemu pasien HIV, apakah langsung dijudge pasien itu homo? Yakin Anda tidak mendiskriminasi pasien-pasien LGBT? Mungkin tidak, tapi saya sekedar mengingatkan selain membaca Sumpah Hippocrates, ada baiknya baca juga Vejjavatapada dan baca poin ini :

I will remain unmoved when I have to deal with stool, urine, vomit or spittle
Aku tidak akan terpengaruh saat menangani kotoran, kencing, muntahan atau ludah

From time to time I will be able to instruct, inspire, enthuse and cheer the sick with the Teaching
Dari waktu ke waktu, Aku akan menginstruksikan, membahagiakan dan menyemangati yang sakit dengan Dhamma

Even if I cannot heal a patient with the proper diet, proper medicine and proper nursing, I will still minister to him, out of compassion
Walaupun Aku tidak dapat menyembuhkan pasien dengan pola makan yang benar, pengobatan dan benar dan perawatan yang benar, Aku akan tetap merawatnya dengan kasih sayang

Saya sebenarnya segan dan engggan sekali mengkritik sejawat sendiri. Kalau beliau punya pendapat seperti itu, ya mau apa lagi. Ini negara demokrasi, bebas berpendapat. Hanya saja sebagai pemberi layanan medis, kita bisa melakukan banyak hal yang berguna seperti melakukan 2 poin terakhir diatas daripada menghabiskan waktu untuk menjudge orang. Kita ini dokter, bukan hakim, apalagi hakim dunia. Biar saja itu jadi privilege Yang Diatas.

3. Asuransi

Entah berapa tahun yang lalu, ada berita kalo BPJS diharammkan MUI karena ga sesuai syariat Islam, riba dkk dkk. Uhm, gw bukan muslim jadi gw ga ngerti buat beginian dan buat gw sih ga ada untungnya gw tau hal-hal beginian. Waktu berita ini keluar, gw ketawa. Ketawa gemes cuy. Gini gw jelasin. Tahun dimana MUI mengeluarkan pernyataan itu, BPJS dinyatakan merugi sekian trilyun, kalo ga salah 7 trilyun. Dan tu duit pasti dari negara alias negara juga nanggung kerugian si BPJS. Yah mau gimana lagi boi, orang sakit itu biaya mahal, pak! Kemudian MUI lucu ngeluarin statement yang mengharamkan BPJS dan gw ketawa gemes. Gemes karena MUI cuma bisa mengharamkan tanpa ngasih solusi, literally. Yang kedua ya mungkin petinggi yang ngomong ini ga pernah ketemu masyarakat yang terbantu dengan BPJS, makanya sekali-kali main dong ke RS gitchuuu! Kasian si bapak punya asumsi aneh-aneh, entah abis makan apa dia hari itu atau mungkin abis dimaahin istri atau dibikin kesel sama anaknya. Ketawanya kenapa? Ketawa gw adalah ketawa nyindir. Kalau MUI sudah berani mengharamkan BPJS, ya seharusnya mereka sadar sendiri ngasih solusi dong, which means saat itu asumsi gw adalah yeayyy, mungkin aja MUI mau bikin jaminan kesehatan yang lebih bagus dari BPJS dan bantuin negara supaya ga rugi 7 trilyun *sarcasm at its peak!*. Ya dong, masa ga ngasih solusi sama sekali bapak-bapak ulama yang terhormat itu.

Beberapa hari kemudian karena menerima banyak kecaman dan komplainan mengenai statement tersebut, MUI kemudian meralat ucapannya tersebut. Ya oke, perbaikan diterima. Maksud gw, gw tau BPJS emang *sensor* banget sih, banyak drama sandiwara dan politik main di belakang, tapi gw jg ngeliat sendiri kelegaan masyarakat yang bisa berobat tanpa perlu mikirin biaya karena ditanggung BPJS. Dah paham ya ampe sini?

Kemudian, di suatu hari tanpa sengaja *Anji mode on* gw ngedenger rumor dan ngeliat berita ada dokter yang menolah pasien BPJS karena BPJS itu riba. Ya gw pikir lah dalam hati, ga mungkin out of nowhere tiba-tiba lo nolak pasien cuma gara-gara dia pake BPJS dan BPJS itu riba kan? Saya percaya dan yakin seluruhnya bahwa kali aja omongan si dokter dimiskom oleh pasien yang nyebarin di medsos dan media yang ngeblowup.

Kita coba bicara baik-baik ya. Gw udah nyatain gw ga ngerti riba itu apa dan gw males juga nyari tau sih, but let’s be practical! Seancur-ancurnya BPJS, sejelek-jeleknya BPJS, BPJS udah nolongin masyarakat lho buat berobat ke dokter. Seorang ibu yang gagal jantung bisa ambil obat selama sebulan dan kontrol penyakitnya asal si ibu rajin dan si ibu juga ga perlu mikir berapa biaya yang perlu dikeluarin buat nebus obat sebulan itu. Hal yang sama juga berlaku buat pasien DM, lu kira stick insulin murah apa??! Dengan BPJS, pasien ini bisa dapat insulin stick dan needle sesuai kebutuhan dia tanpa pusingin biaya. Gw selama kerja di daerah kalau ada pasien berobat, apalagi klo penyakitnya dah berat, selalu gw saranin bikin either ASKES, JAMKESDA (yang udah diapus) atau BPJS/KIS supaya pasiennya rajin kontrol penyakitnya tanpa mikirin beratnya biaya pengobatan. Karena kasian juga pasien jadi miskin setelah datang berobat abis itu karena ga ada duit, penyakitnya ga terkontrol. Kalo ga percaya ya coba aja ke daerah pedalaman, kayak Bengkayang gitu trus liatin itu pasien penyakit kronis BPJS yang kontrol ke poliklinik. Paham maksud saya??!

Dan walaupun dianggep riba, menurut gw yang dosa besar adalah pembuat kebijakan BPJS (runut ye, tuh Jokowi-Ahok bisa kena karena mereka yang menginspirasi dengan memulai KJS, diikuti oleh SBY yang diakhir pemerintahannya membentuk BPJS dan buat gw ya buat pencitraan lah jadinya). Pekerja medis dan paramedis kan melayani kemudian menerima bayaran, sama dengan menerima gaji untuk pasien umum, bedanya bayarannya mungkin kecil saja dari BPJS. Buat yang masih kekeuh, ya saya himbau untuk mengeluarkan jurus critical appraisal kalian yang sering dipake buat EBM, buat mengappraisal BPJS ini. Pertimbangkan mana yang lebih besar : harm atau benefit.

NB : saya minta maaf bila tulisan saya menyakit hati orang-orang yang tidak setuju. Saya hanya memandang permsalahan ini dengan sudut pandang lain sambil berusaha untuk tidak menghakimi atau membela atau menyalahkan siapapun. Negara ini adalah negara demokrasi dimana kebebasan berpendapat dijamin oleh negara. Oleh karena itu, saya menghimbau untuk saling menghormati pendapat orang lain juga (termasuk pendapat saya).