Sebelumnya buat yang ga tau apa itu SOCA alias Student Oral Case Analysis, baca dulu ini : pendahuluan. Post ini berisi cerita gw soal SOCA.
Baiklah, dengan keputusan SOCA yang diadakan tiap semester genap, membuat marah angkatan 2008 (gitu yang gw tangkep dari isi twitter beberapa orang), membuat bingung angkatan 2010 yang masih ga ngerti apa yang akan mereka jelasin saat SOCA. Keputusan untuk tidak mengumumkan materi ujian tak pelak membuat 3 angkatan panik. Audiensi antara mahasiswa dengan pembuat keputusan gw asumsikan berbuah pada keputusan akan mengumumkan materi bagi angkatan 2008, berhubung mereka yang paling gigih soal mengkomplain SOCA. Namun, kabut gelap masih menghadang angkatan 2009 dan 2010.
Briefing SOCA angkatan 2009 dipimpin dr. L,Sp. PA berisi bagaimana SOCA itu, setidaknya memberikan panduan bagi 2009 untuk SOCA pertama mereka. Ada perubahan mengejutkan dari angkatan sebelumnya. Angkatan 2009 perlu menjelaskan anatomi dan fisiologi, menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang kasus dengan imbalan untuk penyakitnya sendiri, hanya perlu menjelaskan patofisiologi tanpa harus menyentuh tatalaksana. Kemudian timbul pertanyaan. Apakah bila kita salah mendiagnosis, apakah akan langsung dinyatakan tidak lulus? Jawaban dari dr. L cukup menenangkan, setidaknya bila pola pikir mahasiswa benar, maka tetap bisa lulus. Kemudian, muncul petanyaan yang lebih sensitif yang berinti apa saja bahan SOCA yang akan diujikan. Mendengar itu, mendadak D111 terdengar sunyi yang khidmat, seakan menunggu vonis pengadilan, bahkan rasanya bisa mendengar suara napas sendiri. Tak ada yang bergerak, semua pandangan mahasiswa tertuju pada dr. L. Apapun yang keluar dari mulutnya menentukan nasib 180 mahasiswa tersebut. dr. L juga terdiam dan dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan, beliau bergerak mengklik sebuah mouse dan disitu lah nasib muncul. Tertera pada suatu layar yang kotor, diproyeksikan melalui proyektor menyebalkan yang warnanya suka jadi aneh sendiri dan dioperasikan oleh komputer yang cukup lelet, slide berisi 23 penyakit bahan SOCA semester 4 2009. Setengah detik kemudian, hening khidmat itu pecah oleh desah, teriakan, raungan lega para mahasiswa ditambah tepuk tangan terima kasih. Kelegaan itu menghampiri status BB, twitter dan facebook. Hari itu, dr. L Sp. PA menjadi penyelamat angkatan 2009 dan dimana akhirnya gw tidak lagi takut menghadapi SOCA.
Masalah yang tersisa adalah menyelesaikan bahan, mengulang serta belajar anatomi dan fisiologi. H minus sekian SOCA twitter menjadi saksi betapa angkatan 2009 sudah mencapai limit, keinginan untuk libur yang makin memuncuk dan tingkat stres yang sudah sulit dijelaskan. Biar bagaimanapun juga, 3 angkatan saling menyemangati dan memberi tips untuk menaklukan SOCA serta himbauan untuk tidur pada H-1 SOCA. Gw dengan pikiran, tenaga dan mood yang terkuras, belajar sampai detik-detik terakhir, siklus sistole terakhir, napas terakhir sebelum pergi ke kampus. Disana, gw mendapat giliran terakhir dan akhirnya kembali belajar dengan tidak bergairah, menghabiskan waktu demi waktu membaca, berdoa dan mengharap yang terbaik saat ujian. Ketika giliran ketiga masuk, gw dan teman-teman lain sudah sampai pada tingkat kejenuhan puncak akhirnya mulai bersikap sedikit aneh, salah satunya yang gw inget adalah bercanda bahwa giliran yang sedang diisolasi alias sudah ujian, tidak mendoakan mereka, bersikap seperti selebriti dengan melambaikan tangan saat keluar dari ruang karantina saat mau ujian. Bahkan saat berdoa bersama pun, gw mengajak para pengawas ruangan karantina untuk ikutan berdoa, seakan kekurangan orang untuk berdoa. Akhirnya giliran terakhir, dengan sisa 2 orang menyusul, gw dan kawan-kawan seperjuangan menuju ruang ujian di lantai empat ruang kimia besar dan kecil. Gw dapat jatah di ruang kimia kecil dan tadaaaaa, gw mendapatkan kasus yang berhubungan dengan paru-paru. Baru saja gw akan menulis, terdengar guratan spoidol beradu kertas dari 2 meja di depan gw. Guratan itu cepat dan betul-betul membuat stres dimana temen gw di meja paling depan dengan penuh semangat sudah menghabiskan 1 kertas flipchart, gw bahkan belum mulai. Berkutat dengan isi pikiran apakah diagnosis kasus ini adalah bronkiolitis, bronkitis atau asma. Dengan panik, gw mulai bekerja anatomi dan fisiologi, tangan bergetar dan akhirnya terburu-buru menyelesaikan overview kasus, anatomi-fisiologi disertai patofisiologi diagnosis yang dipilih secara terburu-buru : bronkitis.