Announcement : sebelumnya maaf bila post mengenai KTI ini terputus karena gw (lagi-lagi) bersumpah untuk tidak ngeblog sampai diadakannya ujian khusus dan OSCA untuk masuk kepaniteraan klinik, padahal konten postnya dibuat berdekatan dengan post-post sebelumnya. My bad, mengenai apa yang terjadi selama ujian pasca KTI ini akan saya ceritakan di kemudian hari.
Well, karena KTI gw mengenai penelitian, jadi akan gw ceritakan dalam konten post ini mengenai tetek-bengek penelitian yang gw lakukan sampai selesai.
Ehem, karena (ex-wakil) Dekan FK universitas Far Far Away sempat bersabda bahwa budget untuk penelitian dibatasi 5 juta rupiah dengan alasan supaya tidak memberatkan mahasiswa, maka dari mulai proses pemilihan topik dan penulisan proposal KTI, the main culprit yang harus dibereskan adalah METODE. Karena METODE ini yang mendefine seberapa susah penelitian dilakukan dan budget yang diberikan.
Yup, sepanjang 2011-2012, gw fokus mencari tahu bagaimana menentukan jumlah sampel pada tikus/mencit, strainnya apa, berapa harganya, berapa maintenance, pakan,dsb, dimana tempat penelitiannya, kriteria madu yang mau dipakai, bagaimana perlakuan dan intervensi diberikan, apa yang ingin diteliti, berapa lama dsb. Kemudian bagaimana pengambilan darah yang baik pada tikus, alatnya apa saja, bagaimana mengukur ALT, apa saja yang dibutuhkan dan berapa total biaya yang dikeluarkan, reagen yang dipakai, beli dimana, gimana cara pake di mesinnya, prosedur labnya. Pertanyaan lainnya, bagaimana membuat larutan obat dan penghitungannya, sediaan apa yang dimau, konversi dosis dan masih banyak lagi deh. Hehe, susah-susah gampang yah 😀
Pencarian jurnal untuk referensi teori dan metodologi sudah dilakukan dari 2010 (sebagian karena UKM yang rencana mau meneliti mengenai sifat antibakterial madu, sehingga beberapa jurnalnya sudah terkumpul bahkan sebelum mendapat persetujuan dari dosen). Kemudian sekitar akhir tahun 2011, gw diajakin Cintya bareng dgn VW, Stella dan Rendi plus dr Lina ke animal house FKUI untuk nanya-nanya mengenai pembiayaan dan prosedur bila mau meneliti. Disana kami kenal mas Dede dan pak Arief serta bu Juli (klo ga salah), minta no telp plus dikasih wejangan yang diperlukan. Waktu itu, Stella, Rendi dan VW mau meneliti mengenai obat, jeruk dan apalagi gitu, dengan salah satu caranya gantian tikus selama 2 minggu, pokoknya gw ga terlalu bisa ngejelasin deh. Sedangkan Cintya tetep kekeuh meneliti bawang dan kolesterol. dr. Lina sempet nanya gw mau neliti apa, gw bilang mau neliti madu dan hepatotoksisitas asetaminofen (kekeuh juga) tapi dengan malu dan minder gw bilang topiknya belom diapprove, ya iyalah, waktu itu gw belum ketemu dr. D. Niatnya sih kalo udah bikin bab 1 ditambah memperlihatkan usaha udah cari tahun mengenai cari tahu bagaimana melakukannya, dr. D tergugah trus topik gw diapprove tanpa dikomplain. Pulang dari sana, kita ke Pasar Pramuka nanya alat dan bahan-bahan.
Sekitar April-Mei 2012, Cintya dan VW seminar proposal duluan dan masukan untuk revisi proposal mereka juga gw masukkan sebagai bahan penyusunan proposal gw. Kemudian sekitar bulan Agustus-September, penelitian VW dan Cintya udah mulai. Disini tugas gw ngebantuin dan nemenin Cintya ambil sample darah di UI kemudian dibawa dan pemisahan serum di kampus, lumayan jadi nambah pengalaman hehe. Akhirnya setelah tetek bengek seminar proposal, ethical clearance dan revisi, gw menghubungi mas Arief untuk dipesankan tikus dan mulai masa adaptasi, serta ngatur-ngatur jadwal shift weekend.
Penelitian gw lakukan di animal house FKUI dari 16 hari sebelum idul adha. Pemisahan serum dilakukan di lab farmako FKUI untuk menghindari hemolisis yang mungkin terjadi bila mesti dibawa ke pluit dulu. Saat weekend, petugas disana ganti shift sabtu dan minggu, jadi biasanya sabtu dan minggu gw yang mengatur dosis dan sonde langsung ke tikus. Gw beliin makan buat mereka dan mereka juga membantu gw ga hanya dalam melakukan penelitian tapi juga sebelum penelitian saat penyediaan dan adaptasi tikus serta masalah pengaturan dosis.
Oh ya, untuk masalah pengukuran dosis, bisa-bisa aja sih seenak udel kita nentuin dosis yang mau dikasih ke tikus misal 1000mg/kgBB. yang jadi masalah adalah bagaimana cara menghitung ke dalam larutan. Setelah nanya kesana-kemari, akhirnya gw menemukan blog yang membahas step-stepnya mengenai itu dan gw chatting sama si penulis yang notabene anak farmasi, akhirnya masalah tersebut selese juga. Yoa, niat ye ampe nanya anak farmasi segala. Ya iyalah, ntar ngatur sondenya gimana dong, belum lagi kalo ditanyain sama dr. L yang ahli farmako.
Continue reading “Diary of KTI : Penelitian” →