International Literary Biennale Salihara 2011 part 3

Pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu Salihara 8 Oktober 2011 dan Bienal Sastra Utan Kayu Salihara 14 Oktober 2011

Ini adalah acara Bienal yang terakhir gw ikutin, sebenarnya gw mau dateng tgl 22 dan 29. Tapi ternyata hari itu gw sudah direnggut oleh suatu seminar dan workshop keterampilan medis dimana gw disitu bertugas menjadi slider dan hansip. Agak ga elit ya, kerjaan gw, mana tanggal 29 ada Kathina KMBVD di Vihara Pluit Dharma Sukha dan tugas gw sebagai Steering Committee *halah* adalah membantu si ketua acara, adek kelas gw bernama Elsa dengan sekuat tenaga, pikiran danjiwa semoga acara Kathina berjalan sukses. Buat yang ga tau Kathina adalah perayaan mempersembahkan jubah, makanan dan tempat tinggal kepada para Bhikkhu (yes, it’s Buddhist) selesai masa Vassa. Cukup sampai disini intermessonya!

Karena kapok ga dapet busway dan kejebak macet ampe tepar di jalan tanggal 14 kemaren, maka gw memutuskan berangkat dari Pluit jam setengah 5, in case kejebak macet (lagi) dan ga dapet busway (lagi….). Lucky me, gw dapet tapi sialnya berdiri. DOH! Dan gw ga salah turun halte lagi, gw tiba di Salihara jam 7 kurang. Tepuk kaki, saudara-saudara sekalian, dari yang paling telat dateng sekarang gw menjadi yang paling awal dateng. Sambil nunggu para kodok dateng, gw membaca A Message from Unknown Chinese Mother-nya Xinran, pinjeman om cabolaki di Perpus Serap. Gw juga blom regis tapi gw menyempatkan diri buat liat-liat jualan buku di Salihara. Oh man, gw mau beli Lenka sama buku kumpulan sastra yang dipentaskan di Bienal ini,siyalnya harganya 100rb dan duit gw pas 100rb, gimana entar pulangnya nih. Kemudian akhirnya satu persatu kodok dateng, dimulai dari Dani dan Ryo (yang keliatannya seger, abis mandi ya pada?), trus izin sholat. Selagi mereka sholat, Adit the book frog (kodok buku, keknya itu lebih cocok buat gw deh ya, maksud gw klo kutu buku tuh dah biasa banget istilahnya) dan seorang wanita aduhai cantiknya datang yaitu Gita dan Zuko (lagi-lagiii gw lupa nama lo). Penampilan terakhir yaitu VanDaniestha alias Irfan dan wanita misterius *halah* bagembojambaja. Astaga, lagi-lagi om choice ketinggalan. Dan ini adalah pertama kalinya gw memperkenalkan diri sebagai kodok *malah bangga* #tepokjidat.

15102011567Okeh, akhirnya kami duduk tenang lagi di temapta biasa yang mirip bioskop itu, hari ini Pentas Sastra dan Musik, alias jelas ada musikalisasi puisi lagi seperti hari pertama diiringi oleh pembacaan karya dari sastrawan dalam dan luar negeri, tapi host-nya bukan Ayu Utami. Siapa gerangan dia, aku pun tak tahu. Okeh, gw juga rada lupa detail acara tanggal 15 ini. Penampilan pertama dibawakan oleh trio musisi Aditya Setiadi (pianis), Devi Fransisca (sopran) dan Pharel Jonathan Silaban (tenor). Lagi-lagi gw lupa mereka nyanyiin apa. Tapi yang jelas bravo banget buat permainan piano Aditya Setiadi, doi juga15102011568 ngasih penjelasan sebelum musikalisasi puisi. Devi Fransisca yang anggun, cantik dan tenang menyanyikan puisi yang, aaah lupa, dengan suaranya mendayu-dayu diiringi senyuman lebar. Pharel Jonathan dengan kharisma dan suaranya yang kuat dan berwibawa, sampe gw mikir ni orang mirip ama tutor SL gw, dr. Andrew nih #hammer. Ngomong-ngomong gw jadi inget kata temen gw klo ikut paduan suara macamnya Devi Fransisca dan Pharel Jonathan, mulut harus dibuka dan dimonyongkan lebar-lebar dan ga boleh takut jelek. Gw mikir iya juga ya, tapi klo dibilang jelek kagak ah, hehehe. Ternyata eh ternyata, walau puisinya sama, tapi klo komponisnya beda, cara nyanyinya jadi beda lho, kata Aditya Setiadi. Klo ga salah pada puisi Chairil Anwar ya, Devi Fransisca dan Pharel Jonatha (apa cuma Pharel Jonathan doang yah?) ngebawain 2 puisi yang sama tapi cara nyanyinya beda total, saudara-saudara. Tapi gw lupa yang mana jadi gw lampirin deh ya video yang ada aja deh ya :D 

International Literary Biennale Salihara 2011 part 2

Pembukaan Bienal Sastra Salihara 2011, 8 Oktober 2011

Oke,jadi setelah menghadiri pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara tanggal 8 Oktober 2011, kali ini gw mengikuti pentas dan bincang sastra, atau lebih tepatnya pembacaan sastra tanggal 14 Oktober. Berbeda dengan sewaktu datang 8 Oktober, kali ini gw benar-benar exhausted dan ga banyak juga yang bisa gw ceritakan.

Jadi, Jumat itu, gw ada rapat di kampus ampe jam 5 sore kurang, karena gw lapar,maka gw makan sampe jam setengah 6 kemudian gw berangkat ke halte busway penjaringan. Guess what? Banyak orang numpuk disitu dan gw menunggu busway datang sampai jam 7 kurang. How did it feel? It sucked. Kemudian, gw berdiri selama perjalanan tergencet, busway kena macet dari Latumenten ke Grogol, dan gw salah turun halte. Ah, shit! Dari depan bioskop Holywood Planet (bener ga nih nama?) XXI, gw ngambil taksi sampe di Salihara, habis 25rban…uuuh…Sampai di Salihara sekitar jam setengah 9 malam dengan kondisi capek, keringat, bau dan berantakan.

14102011563Saat gw masuk, as predicted, udah mulai acaranya. Hari itu judul acaranya adalah “Ironi, Humor dan Sufi, dengan host mbak Ayu Utami, pengarang Larung, Saman dan Bilangan Fu” Gw berusaha masuk dengan tidak menimbulkan geladak-geluduk. Gw seharusnya sudah duduk tenang dan tertawa dengan kodok-kodok Serapium, tapi busway, macet dan gelapnya teater mendamparkan gw di baris ketiga dari belakang. Saat gw masuk, penyair bernama Danarto sedang membacakan karyanya, yang kalau gw denger-denger dan gw ingat seperti Pak Danarto ini punya sesuatu hobi yang berhubungan dengan komputer. Ada sih bagian yang dia bacakan yang lucu, tapi gw terlalu capek untuk memperhatikan detail sementara gw juga celinguk-celingak sekali-kali ngeliat dimana kodok-kodok serapiumku tersayang duduk #duaar.

Sastro di Rumah Tahanan-F. Rahardi

Mukadimah : F. Rahardi tampil dalam Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara tanggal 8 dan 14 Oktober 2011. Pada pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara 2011, F. Rahardi membawakan 5 puisi ciptaannya yaitu : Definisi Tuyul, Penjelasan Menteri Penerangan tentang Tuyul, Sepasang Tuyul di Pojok Pantai Ancol, Seorang Laki-laki Bernama Sastro dan Sastro di Rumah Tahanan. Rekaman pembacaan puisi pada pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara dapat didengarkan pada player yang terdapat di website http://literarybiennale.salihara.org/ Penampilannya di Bienal Sastra mengundang gelak tawa para penonton karena gayanya yang kalem dan datar, seperti sedang membaca koran atau cerpen yang minim emosi dalam membacakan puisinya yang lucu dan ironis menggambarkan suasana Indonesia dibawah rezim Orde Baru.

Sastro di Rumah Tahanan

di rumah tahanan sastro tak boleh bersiul
sembarangan
kentut harus dilakukan setelah ada aba-aba
berak harus tunggu giliran
dan tak sekalipun dia boleh mengorek-ngorek
tembok atau
mencongkel daun jendela
semua harus sesuai dengan jadwal

di rumah tahanan tak seorang pun boleh
berciuman
apalagi bersetubuh
jadi sastro harus bisa menahannya
untuk berapa lama?

di rumah tahanan sastro tak boleh berlama-lama
melihat langit
sastro tak dibenarkan melotot menghadapi
petugas
sastro harus cermat menjaga sopan-santun
sastro harus hormat dan patuh pada petugas

petugas menyuruh bangun
sastro harus segera bangun lalu lari-lari
di tempat
petugas minta rokok
sastro harus sekalian menyodorkan korek
petugas memberi perintah makan
sastro harus sekalian mencuci piring
petugas menempeleng pipi kiri
sastro harus pasrah dan menyerahkan
pipi kanan
semua memang sudah diatur rapi dari sononya
dan tak boleh sedikit pun dibantah
di rumah tahanan sastro tak boleh protes,
demonstrasi
atau berlagak jadi rambo
di rumah tahanan jagoan harus melupakan
kejagoannya
kiai tak boleh tetap jadi kiai
dan maling harus menghentikan aktifitasnya

1988

sumber : http://frahardi.wordpress.com/2011/05/30/sastro-di-rumah-tahanan/

Seorang Laki-laki Bernama Sastro-F. Rahardi

Mukadimah : F. Rahardi tampil dalam Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara tanggal 8 dan 14 Oktober 2011. Pada pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara 2011, F. Rahardi membawakan 5 puisi ciptaannya yaitu : Definisi Tuyul, Penjelasan Menteri Penerangan tentang Tuyul, Sepasang Tuyul di Pojok Pantai Ancol, Seorang Laki-laki Bernama Sastro dan Sastro di Rumah Tahanan. Rekaman pembacaan puisi pada pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara dapat didengarkan pada player yang terdapat di website http://literarybiennale.salihara.org/ Penampilannya di Bienal Sastra mengundang gelak tawa para penonton karena gayanya yang kalem dan datar, seperti sedang membaca koran atau cerpen yang minim emosi dalam membacakan puisinya yang lucu dan ironis menggambarkan suasana Indonesia dibawah rezim Orde Baru.

Seorang Laki-laki Bernama Sastro

seorang laki-laki bernama sastro
yang gencar menembak burung
akan disebut sastro burung
seorang laki-laki bernama sastro yang
sehari-hari jualan bakso
selalu dipanggil sastro bakso
seorang laki-laki bernama sastro yang sukanya
mencolek-colek pipi gadis
pasti akan disebut sastro colek
dan seorang laki-laki bernama sastro
yang tak suka apa-apa
tak suka makan, tak suka minum,
tak suka perempuan
tak suka rokok, tak suka film
pasti akan diledek oleh teman-temannya
sebagai sastro banci

dan kalau enamribu sastro itu
berkumpul di lapangan bola
lalu seorang sastro naik ke atas meja
dan ngomong di mikrofon
maka udara lalu berkeringat
angin berhenti di tenggorokan
matahari berhenti di ubun-ubun
panas sekali pipi kiri
panas sekali pipi kanan
panas sekali lengan kiri
panas sekali lengan kanan

sastro pun bicara soal hak
kita para sastro ini punya hak untuk dipilih
jadi presiden
kita para sastro ini punya hak untuk
berjalan-jalan di lapangan monas
sambil nonton air mancur
menyanyi
kita para sastro ini punya hak untuk ngomong
soal
kentut yang suka ditahan-tahan
kita punya hak untuk berak di WC porselin
sebelum perut mulai mulas-mulas
kita punya hak untuk telanjang di kamar mandi
dan menyeruput kopi panas
di pagi hari
di musim hujan

tapi hak itu tak pernah kita sadari
sastro-sastro itu hanya ingat pada kewajiban
wajib membayar pajak bumi dan bangunan
wajib mendengarkan pejabat berpidato
wajib menonton film penyuluhan

sastro-sastro itu hanya ingat pada kewajiban
mentaati peraturan RT/RW dan Kelurahan
dan ketika sastro-sastro itu mempermasalahkan
hak mereka
untuk memilih dan dipilih
datanglah hansip dan polisi dan tentara
mengamankannya
sastropun diciduk
dia ditahan

dia dituduh telah merong-rong kewibawaan
aparat pemerintah
dia telah dituduh menghambat jalannya
roda pembangunan
dia telah dituduh tidak bersih lingkungan
sastropun dimasukkan dalam sel
dan pintu sel itu ditutup lalu dikunci.

1988

sumber : http://frahardi.wordpress.com/2011/05/09/seorang-laki-laki-bernama-sastro/

Sepasang Tuyul di Pojok Pantai Ancol-F. Rahardi

Mukadimah : F. Rahardi tampil dalam Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara tanggal 8 dan 14 Oktober 2011. Pada pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara 2011, F. Rahardi membawakan 5 puisi ciptaannya yaitu : Definisi Tuyul, Penjelasan Menteri Penerangan tentang Tuyul, Sepasang Tuyul di Pojok Pantai Ancol, Seorang Laki-laki Bernama Sastro dan Sastro di Rumah Tahanan. Rekaman pembacaan puisi pada pembukaan Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara dapat didengarkan pada player yang terdapat di website http://literarybiennale.salihara.org/ Penampilannya di Bienal Sastra mengundang gelak tawa para penonton karena gayanya yang kalem dan datar, seperti sedang membaca koran atau cerpen yang minim emosi dalam membacakan puisinya yang lucu dan ironis menggambarkan suasana Indonesia dibawah rezim Orde Baru.

Sepasang Tuyul di Pojok Pantai Ancol

sesosok sedan Accord tahun mutakhir
diparkir di atas pasir di pojok pantai Ancol,
Jakarta Utara
malam baru saja dimulai
udara belum terasa dingin benar
langit masih agak transparan dan tanpa awan
dan seluruh cuaca betul-betul menjanjikan
suasana yang akan cerah selalu
akan sangat menyenangkan selamanya

sesosok sedan Accord itu warnanya abu-abu
metalik
mesinnya tetap menyala
udara California musim dingin terpancar
dari perangkat AC built in yang canggih
dan sepasang sound sistem Blaupunkt
melantunkan suara Whitney Houston
dari sebuah kaset bajakan
yang tak berpita cukai

sesosok sedan Accord
yang masih berpelat nomor putih
udara California musim dingin
busa jok yang empuk dan masih harum
endapan suara Whitney Houston
dan tubuh sepasang tuyul yang berkeringat
tubuh sepasang tuyul
yang kerepotan bergumul

syahdan
sore itu Ngatemin asal dari Wonogiri,
Jawa Tengah
mendapat pinjaman mobil dari kantornya
dia lalu mengajak Sastro Gantol, bapaknya
yang barusan datang dari kampung
untuk menyaksikan kecanggihan tamasya
Jakarta

khususnya keelokan Taman Impian
di waktu malam

sesosok minibus tahun tujuhpuluhan
catnya mulai mengelupas
dan bodynya sudah terlalu sering diketok dan
dilas
dengan bensin ketengan yang dibeli
di pojok Kramat Sentiong
minibus itu mengelilingi Pasar Seni,
melongok-longok Dunia Fantasi
lalu ikut-ikutan mojok di bibir pantai Ancol
di sebelah sedan Accord

Ngatemin lalu mematikan mesin dan turun
Sastro Gantol, sang bapak dari Wonogiri
menyingsingkan kain sarung
lalu melompat turun dengan hati was-was
setelah selesai kencing di bawah pohon angsana,
dia lalu
menghampiri anaknya dan bertanya
min, min, kok banyak sekali “montor” mogok
di sini ini orangnya pada kemana min?
apa pak? Ngatemin balik bertanya
lantaran suara ombak itu memang kelewat
berisik dan mengganggu kuping
Sastro Gantol mengulangi pertanyaannya
kok banyak banget montor di sini min?
apa orangnya pada nyilem di laut sana
malam-malam begini?
tidak pak, Ngatemin menjawab
orangnya ya ada di dalam mobil situ
Sastro Gantol heran
dia lalu mendekat ke sedan Accord abu-abu
metalik itu
tapi karena kacanya dilapis film sampai 50%
mata Sastro Gantol yang tua susah untuk
menangkap pemandangan didalamnya

dia lalu menengok dari kaca depan dan kaget
e, la dalah! jebul ada tuyul bugil di dalam situ
ayo min kita pergi dari sini

minibus pinjaman
dengan bensin kurang dari seperempat itu
lalu atret dan pergi

Accord kreditan yang berisi sepasang tuyul itu
tetap hidup mesinnya
tetap menyala AC-nya
dan sound sistemnya
tetap melantunkan musik
tetapi kini yang terdengar bukan lagi suara
penyanyi Amerika
kini kaset itu dimatikan dan diganti RRI-FM
Stereo
yang kebetulan sedang melantunkan uyon-uyon
langgam Jawa
yang nyamleng.

1989

sumber : http://frahardi.wordpress.com/2011/02/09/sepasang-tuyul-di-pojok-pantai-ancol/